Notification

×

Iklan

Iklan

Bupati Tuaq: "Literasi adalah Kekuatan untuk Bertahan dan Berkembang—Dari Nelayan, Petani, hingga Peternak"

Sabtu, 17 Mei 2025 | 00:40 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-17T07:40:36Z

 



Lembata – wartapers.com - Di tengah kearifan lokal yang mendalam, literasi bukan hanya tentang membaca buku, melainkan bagaimana kita memahami dunia sekitar dan membuat keputusan yang bijak dalam kehidupan sehari-hari. Bupati P. Kanisius Tuaq menegaskan hal ini saat menutup Festival Literasi Kabupaten Lembata Tahun 2025 pada Sabtu (17/5/2025), di halaman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Menurutnya, ketika nelayan mampu memahami cuaca dan teknologi ramah lingkungan dalam menangkap ikan, ketika petani bijak dalam mengelola tanah dan air, serta ketika peternak memilih pakan terbaik untuk ternaknya—semuanya itu adalah bentuk literasi yang sejati.


Dalam pidatonya, Bupati Tuaq menjelaskan bahwa literasi tidak lagi hanya berkaitan dengan kemampuan membaca buku, tetapi juga mencakup kecakapan hidup secara keseluruhan, seperti kemampuan untuk memahami informasi, menyelesaikan masalah, dan menciptakan solusi. "Literasi adalah alat untuk bertahan dan berkembang," ujar Bupati Tuaq di hadapan para guru, penggiat literasi, tokoh adat, serta ratusan siswa yang hadir memadati acara tersebut. Festival yang berlangsung selama tiga hari ini menjadi bukti komitmen Pemerintah Kabupaten Lembata dalam membangun masyarakat yang tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga memiliki keterhubungan yang kuat dengan kearifan lokal. Dari nelayan hingga petani, dari anak sekolah hingga orang tua—semua terlibat dalam gerakan literasi ini.


Bupati Tuaq juga mengimbau agar sekolah-sekolah dapat menjadi pusat inovasi literasi. “Tulis cerita rakyat, panduan bertani, atau teknik menangkap ikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Itu adalah bentuk literasi kontekstual yang sangat penting,” katanya. Selain itu, beliau menekankan pentingnya peran keluarga dalam membiasakan anak-anak untuk membaca. “Kebiasaan membaca bersama anak, meski hanya lima belas menit setiap malam, akan membentuk karakter mereka sejak dini,” pesan Bupati. Festival Literasi Lembata 2025 pun diakui sebagai momentum penting untuk membangkitkan kesadaran kolektif tentang betapa pentingnya literasi sebagai fondasi pembangunan manusia dan daerah. Dari pojok desa hingga ruang kelas, semangat untuk belajar sepanjang hayat pun terus digaungkan.


Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Lembata, Anselmus Ola, pada kesempatan itu memaparkan bahwa indeks kegemaran membaca masyarakat Lembata saat ini berada pada angka 56,4%. Target ambisius pun dipasang, yaitu mencapai angka 70% dalam dua tahun ke depan. “Kita harus keluar dari zona kuning,” tegasnya. Untuk itu, berbagai terobosan telah dilakukan, salah satunya adalah program antar buku ke sekolah-sekolah di daerah pelosok yang belum memiliki fasilitas perpustakaan. Setiap bulan, 100 buku dikirim sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Selain itu, perpustakaan keliling dengan mobil dan motor pintar juga telah dioperasikan, yang menjangkau masyarakat desa yang sebelumnya kesulitan mengakses bacaan. “Kami melihat antusiasme luar biasa dari warga,” ujar Anselmus. Ia juga menambahkan bahwa Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (DKP) menyediakan lebih dari 4.000 buku elektronik yang dapat diakses gratis melalui gawai. Jumlah ini ditargetkan akan bertambah sebanyak 2.000 judul lagi dalam tahun ini.


Namun, Anselmus juga menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi, seperti kondisi fisik buku yang mulai rusak, keterbatasan tempat penyimpanan di sekolah, serta masalah transportasi yang menghambat distribusi buku. Evaluasi total pasca-festival pun menjadi agenda penting bagi pemerintah daerah. Anselmus mengakui bahwa perpustakaan desa yang sempat mati suri kini mulai dihidupkan kembali. Dari 134 desa di Lembata, 72 di antaranya telah mengaktifkan perpustakaan lokal. “Ini membutuhkan komitmen kepala desa dan partisipasi aktif warga,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa literasi bukan hanya milik dunia pendidikan semata. “Kami mungkin tidak berbicara teknis soal kesehatan atau pertanian, tetapi kami dapat menjadi penggerak pola pikir dan kedisiplinan. Literasi harus bisa menyentuh petani, nelayan, UMKM, dan semua lapisan masyarakat,” tambahnya.


Meskipun sarana dan anggaran yang tersedia masih terbatas, semangat kerja sama lintas sektor dianggap sebagai kunci utama untuk menciptakan budaya baca yang mengakar dan berkelanjutan. Pemerintah, sekolah, komunitas, dan keluarga harus bersinergi dalam upaya ini. “Festival ini bukanlah titik akhir, tetapi justru merupakan awal dari gerakan literasi yang lebih luas. Literasi adalah cahaya yang akan menerangi masa depan Lembata, dan dari timur Indonesia, kita mulai menyalakan obor itu,” pungkas Anselmus dengan penuh optimisme.


Pewarta: Sabatani

Editor: redaksi 

×
Berita Terbaru Update