“SMPN 3 Ile Ape di Ambang Runtuh, Sementara 46 Sekolah Lolos Program Kredit: Dinas Pendidikan Tegaskan Semua Bergantung Akurasi Data Dapodik”
Lembata, wartapers.com — Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Lembata, Suhartin Bungalaleng, menegaskan bahwa penentuan sekolah penerima Program Kredit Infrastruktur sepenuhnya bergantung pada akurasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sebuah penjelasan penting di tengah sorotan publik terhadap kondisi memprihatinkan SMPN 3 Ile Ape Waowala yang setiap musim hujan tak bisa menjalankan KBM. Di satu sisi, 46 sekolah dinyatakan lolos program kredit infrastruktur; di sisi lain, SMPN 3 Ile Ape yang ruang gurunya bocor, plafonnya jebol, dan bangunannya tergerus abrasi justru tak termasuk dalam daftar, menggugah pertanyaan besar masyarakat Waowala mengenai kelayakan dan perhatian bagi sekolah yang berada di ambang runtuh.
Kondisi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Ile Ape Waowala kian memprihatinkan. Setiap musim hujan, kegiatan belajar mengajar (KBM) praktis terhenti. Ruang guru basah, plafon bocor di berbagai titik, dan kelas tak lagi layak digunakan. “Musim hujan KBM tidak bisa berjalan. Ruang guru basah semua karena bocor,” keluh DD Salah, warga Desa Waowala, mewakili suara masyarakat setempat.
DD mengatakan, sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi proses belajar ini justru menyimpan cerita getir. Ia menjelaskan bahwa selain atap bocor, bangunan yang telah lama terdampak abrasi membuat beberapa ruang tampak seperti rongsokan yang menunggu waktu runtuh. “Masalah ini sudah tiga tahun dan belum ada penanganan memadai,” tuturnya, Selasa (9/12/2025).
Untuk diketahui, SMPN 3 Ile Ape terletak di Desa Waowala, Kecamatan Ile Ape, dengan 16 guru, 4 pegawai, dan total 100 siswa dalam tiga rombongan belajar. Jumlah tersebut terdiri dari 45 siswa kelas VII, 25 siswa kelas VIII, dan 30 siswa kelas IX. Namun, harapan agar sekolah ini menjadi pusat pendidikan yang layak tampaknya belum terjawab.
DD mengatakan, dalam rapat awal tahun ajaran 2025/2026, Ketua Komite Sekolah menyampaikan kegelisahan yang selama ini terpendam. Komite menegaskan bahwa SMPN 3 Ile Ape merupakan sekolah dengan fasilitas paling memprihatinkan di Kecamatan Ile Ape. “Mulai dari keterbatasan permeubelan, tidak ada laboratorium, tidak ada peralatan KIT, dan bangunannya seperti rongsokan,” ujarnya.
Meski demikian, di balik keterbatasan itu, semangat sekolah untuk maju tidak padam. Kepala sekolah yang berhasil lolos dalam kompetisi Sekolah Penggerak menghadirkan sejumlah fasilitas seperti laptop, komputer, infokus, dan tablet. DD mengatakan, upaya tersebut sangat membantu tetapi hanya menjadi tambalan kecil bagi persoalan struktural yang lebih besar.
Fasilitas tersebut belum mampu menjawab kebutuhan mendasar seperti ruang belajar aman, sarana praktikum, hingga kelas yang layak. Ketimpangan ini tentu membatasi potensi belajar siswa, terutama di era pembelajaran berbasis teknologi.
Masyarakat pun berharap pemerintah daerah memberi perhatian lebih besar. Bagi warga Ile Ape, SMPN 3 bukan sekadar gedung, tetapi simbol masa depan anak-anak mereka. Dengan kondisi bangunan rentan abrasi, kekhawatiran warga semakin beralasan. “Kami berharap ada perhatian. Ini perjuangan kami di Ile Ape. Apalagi wilayah ini basis pemegang peten ina,” kata DD.
Menurutnya, suara masyarakat Waowala semestinya menggugah kesadaran para pemangku kebijakan agar perbaikan struktural segera dilakukan. Tanpa langkah cepat, bukan hanya KBM yang terhenti setiap musim hujan, tetapi masa depan ratusan siswa pun dapat terhambat.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lembata, Weseslaus Ose, melalui Sekretaris Dinas Pendidikan, Suhartin Bungalaleng, menjelaskan bahwa penentuan sekolah penerima Program Kredit Infrastruktur Pendidikan sepenuhnya menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan berdasarkan akurasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan kelengkapan bukti fisik kerusakan.
Menurut Hartin, banyak sekolah tidak lolos bukan karena tidak membutuhkan bantuan, tetapi karena nilai kerusakan dalam Dapodik tidak mencapai bobot minimal. “Tergantung dari sekolah, ya. Kepala sekolah penanggung jawab data. Kalau Dapodik tidak dimutakhirkan tepat waktu, bobot kerusakan tidak akan naik,” kata Hartin, Selasa (9/12/2025).
Ia menegaskan, Kemendikbud menarik data per 31 Oktober, namun sejumlah sekolah baru memperbarui data pada 12 November. “Kalau update lewat dari 31 Oktober, sistem sudah terkunci,” tegasnya. Dinas Pendidikan, lanjutnya, tidak memiliki kewenangan untuk mengubah hasil analisis pusat.
Sementara itu, Kabid SMP, Karel Sakeng, menyebut bahwa awalnya terdapat 52 sekolah SMP yang diusulkan melalui aplikasi Krisna 2024, namun hanya 46 sekolah yang dinyatakan memenuhi syarat. “Enam sekolah tidak lolos karena data kerusakan tidak memenuhi bobot minimal atau bukti fisiknya tidak lengkap,” ujarnya.
Karel mengatakan, salah satu sekolah yang banyak dibicarakan publik adalah SMPN 3 Ile Ape yang tidak masuk dalam daftar. “Bobot kerusakannya tidak sampai 50%. Foto fisik juga tidak memperkuat data. Sudah dikonfirmasi dan kembali ke data sekolah masing-masing,” tegasnya.
Ia mengakui bahwa beberapa sekolah memang benar-benar rusak, tetapi datanya tidak menunjukkan kondisi tersebut. “Ada yang kerusakan sebenarnya 50%, tapi datanya hanya 20–30%, jadi sistem tidak baca sebagai prioritas,” tambahnya.
Dinas Pendidikan telah mengecek ulang data 100 lebih sekolah dari total 398 sekolah di Lembata. Karel mengatakan, Kemendikbud masih membuka peluang seleksi tahap berikutnya. “Ini baru tahap dua. Kita berharap ada tahap ketiga agar sekolah yang belum lolos dapat masuk jika datanya diperbaiki,” ucapnya. Ia mengimbau kepala sekolah lebih disiplin dalam memperbarui data Dapodik.
Karel menambahkan bahwa sebenarnya SMPN 3 Ile Ape termasuk dalam 46 sekolah yang diusulkan, bahkan dalam daftar Kementerian masuk dalam 15 sekolah terpilih sesuai kuota Revit SMP untuk Kabupaten Lembata. Namun, karena data Dapodik mencatat tingkat kerusakan hanya 46,7%, aplikasi Revit otomatis menolak. “Sedang diupayakan langkah lain agar sekolah ini tetap bisa mendapatkan perhatian,” tegasnya.
Pewarta: Sabatani
Editor; redaksi

