Reses Wakil Ketua DPRD Lembata: Hak Guru PAUD hingga Kader Posyandu Tertunda Akibat PMK 81
Lembata — Wartapers.com - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Langobelen Gewura Fransiskus, melaksanakan sidang dewan di luar Rumah Rakyat atau reses di Daerah Pemilihan (Dapil) I Nubatukan. Kegiatan ini menjadi ruang dialog terbuka antara wakil rakyat dan masyarakat untuk menyerap aspirasi secara langsung.
Dalam pelaksanaan reses tersebut, Langobelen Gewura Fransiskus yang juga anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Lembata terlibat diskusi intens dengan warga terkait berbagai persoalan sosial yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
Salah satu isu utama yang mengemuka adalah belum terbayarnya hak-hak tenaga honor, khususnya guru PAUD, kader Posyandu, tenaga Linmas, serta tenaga teknis lainnya di sejumlah wilayah Kecamatan Nubatukan.
Warga mengeluhkan keterlambatan pembayaran honor tersebut berdampak langsung pada keberlangsungan pelayanan pendidikan usia dini, layanan kesehatan masyarakat, hingga keamanan lingkungan di tingkat desa.
Menurut konstituen, kondisi ini dipicu oleh dampak penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang berpengaruh pada penyesuaian dan pembatasan pengelolaan anggaran, termasuk di tingkat desa.
Menanggapi hal tersebut, Langobelen Gewura Fransiskus menegaskan bahwa persoalan hak-hak tenaga pelayanan dasar tidak boleh dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi konkret.
“Saya langsung kasih solusi dan tidak menunda. Untuk membayar honor Linmas, kader Posyandu, guru PAUD, tenaga teknis lainnya, termasuk proyek fisik yang sudah dikerjakan dan bersumber dari dana non-earmark, pemerintah desa harus segera melakukan rasionalisasi anggaran Dana Desa,” tegas Langobelen di hadapan warga.
Ia menjelaskan, langkah rasionalisasi anggaran tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Desa yang memberikan ruang bagi pemerintah desa untuk melakukan penyesuaian pengelolaan keuangan.
Menurutnya, pemerintah desa dapat merasionalisasikan kembali sumber-sumber dana yang belum digunakan atau sisa dana earmark yang tidak atau belum terpakai, memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) desa, Pendapatan Asli Desa (PAD), serta dana penyertaan modal desa, baik ke BUMDes maupun ke Koperasi Merah Putih yang belum direalisasikan.
“Semua mekanisme ini sah secara regulasi. Tinggal kemauan dan keberanian pemerintah desa untuk menata ulang anggaran agar hak-hak para pelayan masyarakat ini bisa segera dibayarkan,” ujarnya.
Langobelen menegaskan bahwa guru PAUD, kader Posyandu, dan Linmas merupakan garda terdepan pelayanan publik di desa, sehingga hak-hak mereka tidak boleh terabaikan meskipun daerah menghadapi tekanan fiskal akibat kebijakan pusat.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan intens antara pemerintah daerah, pemerintah desa, dan DPRD agar regulasi pusat tidak mematikan pelayanan dasar di tingkat bawah.
“Reses ini bukan sekadar agenda formal, tetapi ruang untuk mendengar langsung denyut persoalan rakyat yang sering tidak terlihat dalam ruang rapat DPRD,” tambahnya.
Seluruh aspirasi yang disampaikan masyarakat, kata Langobelen, akan dibawa ke forum resmi DPRD untuk dibahas bersama pemerintah daerah guna mencari langkah konkret dan berkeadilan bagi para tenaga honor di Kabupaten Lembata.
Kegiatan reses di Dapil I Nubatukan ini sekaligus menegaskan peran DPRD sebagai jembatan antara kebijakan negara dan kepentingan rakyat di daerah.
Pewarta: Sabatani
Editor; redaksi

