Kelompok Tani Purna Migran Watodiri Siap Wujudkan Kemandirian Ekonomi Keluarga
Watodiri, wartapers.com — Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Lembata melalui Kepala Dinas Rafael Betekeneng, SH, menegaskan bahwa Kelompok Tani Purna Migran Watodiri kini siap memasuki fase baru kemandirian ekonomi keluarga melalui penguatan sektor pertanian lahan kering. “Kita ingin mereka membangun keluarga sejahtera dari tanah sendiri. Itulah esensi dari Bapak Senang, Mama Senang,” tegas Rafael saat menutup rangkaian kunjungan lapangan di Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape, Sabtu, 6 Desember 2025.
Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian Pendidikan dan Pelatihan Pertanian Lahan Kering yang telah berlangsung selama tiga hari. Pelatihan sebelumnya digelar di Desa Tapobaran, Kecamatan Lebatukan, pada 4 Desember, kemudian dilanjutkan di Desa Pada, Kecamatan Nubatukan, pada 5 Desember, dan ditutup di Watodiri pada 6 Desember. Program ini menjadi implementasi konkret ekspansi lahan pertanian keluarga berbasis konsep Bapak Senang, Mama Senang, selaras dengan visi-misi Bupati Lembata P. Kanisius Tuaq dan Wakil Bupati H. Muhammad Nasir dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Hadir pula Profesor Dr. Bernadete Barek Koten, S.Pt., MP, dosen Politeknik Pertanian Negeri Kupang, yang bertindak sebagai narasumber utama. Ia memaparkan strategi pengelolaan lahan kering berbasis potensi lokal sebagai pendekatan optimalisasi sumber daya untuk meningkatkan produktivitas keluarga tani.
Sebanyak 10 Calon Petani Purna Migran Indonesia (PPMI) di Watodiri mengikuti pelatihan intensif yang didampingi Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Ile Ape, Evanuli Krova, bersama PPL lain dari desa sekitar.
Dalam penjelasannya, Evanuli Krova memaparkan skema tanam terintegrasi yang cocok bagi lahan kering Watodiri. Pada bagian luar lahan ditanam pisang dengan jarak 6 x 6 meter sebagai pelindung alami sekaligus tanaman bernilai ekonomi. Area tengah diarahkan untuk tanaman pakan ternak seperti Lamtoron Taramba dan rumput Gama Umami, sementara celah di antaranya dimanfaatkan untuk tanaman jagung hibrida dan kacang-kacangan.
Menurut Krova, pelatihan ini meningkatkan keterampilan teknis budidaya lahan kering, pemahaman teknik irigasi sederhana, pemilihan jenis tanaman sesuai agroklimat, serta kemandirian petani. Ia menegaskan bahwa peserta kini memiliki pemahaman baru tentang potensi ekonomi lahan kering yang selama ini dianggap terbatas.
“Kegiatan ini juga memperkuat struktur sosial-ekonomi desa melalui aktivitas produktif baru. Program ini diharapkan mampu menekan migrasi ulang karena peluang ekonomi telah tersedia di kampung sendiri,” tegasnya.
Kelompok TanubPurna Migran Watodiri dipimpin oleh Felix Mada Matarau sebagai ketua, Melkior Kewasa sebagai sekretaris, dan Maria Yanti Abong sebagai bendahara, dengan anggota: Petronela Wara, Imelda Wotu, Aleksander Senai Lengari, Emiliana Kopong, Longginus Lebu, Maria C.S. Bunga, dan Yohana Jawa.
Rafael Betekeneng menegaskan bahwa program pemberdayaan ini merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk memastikan purna migran tidak hanya kembali ke kampung halaman, tetapi juga tumbuh sebagai pelaku ekonomi lokal yang mandiri dan produktif.
Dengan berakhirnya kunjungan di Watodiri, rangkaian pelatihan pertanian lahan kering tahun ini menjadi tonggak penting menuju kemandirian keluarga Lembata—memaksimalkan potensi desa, memperkuat ekonomi akar rumput, dan menyiapkan masa depan yang lebih berdaya bagi para purna migran.
Pewarta: sabatani
Editor; redaksi

