Ketua Dekranasda Lembata Pingin Punya Rumah Tenun: “Saatnya Tenun Lembata Punya Wadah Sendiri”
LEWOLEBA, wartapers.com – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Lembata, Ny. Ursula Surat Bayo Tuaq, menyatakan keinginannya agar Lembata memiliki Rumah Tenun sebagai wadah pengembangan dan promosi hasil karya para penenun lokal. Harapan itu disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Hasil Kajian Kain Tenun Lembata yang digelar UPTD Museum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT di Auditorium Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Lembata, Senin (10/11/2025).
Dalam sambutannya, Ny. Ursula menegaskan bahwa Lembata kaya akan motif dan tradisi tenun yang tersebar di berbagai wilayah seperti Ile Ape, Nagawutun, Kedang, Omesuri, Buyasuri, dan Atadei. Namun, potensi besar itu belum dikelola secara optimal karena kendala pada aspek promosi, pasar, dan harga yang belum berpihak pada masyarakat.
“Setidaknya ada sembilan kecamatan dengan ragam motif yang luar biasa. Tapi kita belum fokus. Belum ada tempat yang bisa mengakomodir semua hasil karya penenun. Saya berharap ke depan ada Rumah Tenun Lembata yang bisa menjadi pusat kreativitas, promosi, dan edukasi bagi generasi muda,” ungkapnya di hadapan peserta sosialisasi.
Menurutnya, tahun 2025 pantas disebut sebagai “Tahun Tenun Lembata” karena perhatian terhadap tenun meningkat signifikan sepanjang tahun ini. “Ada Sarasehan Tenun Lembata di Museum NTT, tour tenun wisatawan Australia ke desa-desa, Festival Lamaholot dengan tenun sebagai isu utama, workshop warna alam, hingga sayembara motif Taan Tou Lembata. Semua ini menunjukkan semangat yang luar biasa,” ujarnya bangga.
Meski demikian, ia menyoroti tantangan regenerasi penenun. “Lebih dari 80 persen penenun kita sudah lanjut usia. Ketertarikan anak muda masih sangat rendah. Ini tanda bahaya bagi kelangsungan tradisi menenun,” tegasnya.
Untuk itu, Ny. Ursula mengusulkan agar sekolah-sekolah di Lembata dapat menjadikan pelajaran menenun sebagai muatan lokal. “Belajar menenun bukan sekadar membuat kain, tapi membentuk karakter, kesabaran, dan kecintaan terhadap budaya sendiri,” tuturnya.
Ia juga mengapresiasi perhatian Pemerintah Provinsi NTT terhadap pelestarian budaya daerah. “Terima kasih kepada Gubernur NTT, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta UPT Museum NTT yang terus memberi ruang bagi kami di daerah untuk menampilkan kekayaan budaya,” ujarnya.
Dekranasda Lembata, lanjutnya, akan terus berkolaborasi dengan pemerintah daerah, dinas terkait, dan komunitas penenun guna memperkuat posisi tenun sebagai identitas budaya dan produk ekonomi kreatif yang berdaya saing.
“Kita punya potensi besar. Sekarang tinggal bagaimana kita kelola dengan strategi yang tepat. Dengan adanya Rumah Tenun Lembata, saya yakin kita bisa menciptakan pusat belajar, pameran, dan pemasaran yang berkelanjutan,” tandas Ny. Ursula.
Ia menutup sambutannya dengan pesan menyentuh: “Tenun adalah bahasa identitas kita. Kalau kita tidak rawat sekarang, siapa lagi yang akan menjaga warisan leluhur ini?”
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Ambrosius Kodo melalui Ketua Panitia kegiatan, Christoforus de Santo, dalam laporannya menjelaskan bahwa kegiatan sosialisasi ini merupakan tindak lanjut dari hasil kajian akademis terhadap kain tenun Lembata yang telah dilakukan Museum NTT pada tahun 2024. Kajian tersebut menyoroti nilai etnografi, fungsi, makna, serta simbolisme motif tenun dalam kehidupan masyarakat Lembata.
“Di era digital yang serba cepat, kain tenun tidak boleh kehilangan nilai dan identitasnya. Museum hadir untuk menjaga agar warisan budaya tetap hidup dan relevan,” ujar Christoforus dalam sambutannya.
Ia menegaskan, kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tenun Lembata, serta memperkuat peran museum sebagai pusat studi kebudayaan di NTT.
Kegiatan sosialisasi ini dihadiri sejumlah pejabat penting, termasuk Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Lembata, perwakilan Dinas Koperindag, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta para guru, siswa, budayawan, dan pemerhati budaya. Hadir juga Christoforus de Santo (Kurator Pengkajian dan Penyelamatan Koleksi), Andri Selan (Staf Bidang Edukasi dan Publikasi), dan Ansgarius Wulagening (Staf Bidang Edukasi dan Publikasi).
Christoforus menyebut kegiatan ini dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bantuan Operasional Museum dan Taman Budaya Tahun Anggaran 2025. Selain itu, pihaknya menghadirkan tiga narasumber, yakni Ny. Ursula Surat Bayo Tuaq, dirinya sendiri, dan Antoni Lianurat, ST., MM.
“Melalui sosialisasi ini kami ingin mengembalikan semangat masyarakat untuk mencintai, mengenal, dan melestarikan tenun Lembata, bukan hanya sebagai warisan leluhur, tapi juga sebagai potensi ekonomi kreatif yang berkelanjutan,” ujarnya.
Kegiatan ditutup dengan penegasan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam menjaga keberlangsungan tradisi menenun di Lembata.
Pewarta: Sabatan
Editor; redaksi

