Polsek Jagakarsa Datangi Yayasan ART Usai Laporan Dugaan Pemerasan dan Eksploitasi

 


JAKARTA,wartapers.com - Kepolisian Sektor (Polsek) Jagakarsa mendatangi kantor penyalur tenaga kerja PT Cahaya Ibu Berkarya di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Minggu (26/10/2025). 

Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan praktik pemerasan dan eksploitasi terhadap puluhan calon Asisten Rumah Tangga (ART) yang berada di lokasi tersebut.

Kapolsek Jagakarsa, Kompol Nurma Dewi, S.H., memimpin langsung pengecekan lapangan guna memverifikasi kebenaran laporan yang sebelumnya beredar luas, termasuk di media sosial.

Setibanya di lokasi, aparat kepolisian berdialog langsung dengan sejumlah calon ART yang dikabarkan menjadi korban. Dalam pertemuan tersebut, para calon pekerja memberikan jawaban yang sama dan membantah adanya unsur pemaksaan ataupun penahanan yang dilakukan oleh pihak yayasan.

Para ART tersebut mengaku datang secara sukarela untuk mencari pekerjaan. Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada pihak yang memaksa mereka tinggal di tempat penampungan.

“Yang jelas di sini, adakah yang memaksa untuk ke sini? Tidak. Betul ya? Kemudian jika memang ada di sini adakah orang yang memaksa atau tidak boleh keluar dari sini? Tidak. Betul ya? Betul. Bisa dipertanggungjawabkan? Bisa,” ujar Kapolsek memastikan kondisi di lokasi.

Kapolsek juga menegaskan bahwa seluruh calon ART yang ditemui berusia di atas 18 tahun. Ia menutup kunjungan dengan memberikan semangat dan doa agar mereka dapat segera memperoleh pekerjaan dan menafkahi keluarga dengan cara yang baik.

Meskipun keterangan para calon ART membantah adanya penyekapan atau eksploitasi, pihak Polsek Jagakarsa tetap melakukan pendalaman. Penyidik membawa satu orang ART ke kantor polisi untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Perempuan tersebut diduga merupakan pihak yang sebelumnya membuat laporan awal atau menyebarkan video terkait kondisi di dalam kamar penampungan, yang kemudian viral dan memicu dugaan praktik pelanggaran hak pekerja.

Sebelumnya, sejumlah pemberitaan menyebutkan adanya calon ART yang dipaksa tetap tinggal di tempat penampungan meskipun masa kontraknya telah berakhir. Mereka disebut tidak diperbolehkan pulang sebelum membayar “ganti rugi” berkisar antara Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta.

Salah satu calon pekerja yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan pengalamannya melalui pesan WhatsApp kepada wartawan. Ia mengaku kecewa karena janji yang diberikan pihak perusahaan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Saya awalnya mau kerja jadi ART di PT itu. Katanya langsung dijemput majikan, tapi malah ditampung beberapa hari dan disuruh tanda tangan kontrak. Kami di situ kesel karena enggak dipanggil-panggil sama majikan. Waktu mau pulang enggak boleh, katanya harus bayar denda Rp1,2 juta. Teman saya sampai nangis karena orang tuanya sakit tapi tetap enggak boleh pulang,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).

Korban juga menuturkan bahwa pihak perusahaan tidak memberikan kwitansi atau bukti pembayaran apa pun kepada para calon pekerja. Ia menilai alasan denda yang diberikan hanya dibuat-buat untuk menarik uang dari mereka.

“Kwitansi enggak ada, Pak. Cuma disuruh tanda tangan kontrak kerja. Katanya denda itu buat ganti biaya seragam Rp200 ribu, travel Rp300 ribu, dan cek darah Rp250 ribu. Tapi saya rasa itu cuma alasan, karena kita enggak pernah lihat bukti pengeluarannya,” tulisnya.


Pewarta: (M.S)

Editor; redaksi 

KABAR NASIONAL
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image